Site icon studiopena

3 Masjid Tertua di Indonesia yang Berusia Ratusan Tahun

3 masjid tertua di Indonesia yang berusia ratusan tahun

Jakarta (studiopena.com) – Masjid merupakan salah satu petunjuk jejak sejarah Islam di Indonesia, dan hingga saat ini sejumlah masjid berusia ratusan tahun masih berdiri kokoh di negeri ini.Masjid-masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga bukti bahwa Islam masuk ke Indonesia ratusan tahun yang lalu.

Masjid-masjid tua di Indonesia memiliki keunikan dan kisah sejarahnya masing-masing, bahkan beberapa di antaranya dibangun pada masa kerajaan Hindu-Budha.

Meski telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, nuansa budaya tradisional pada setiap masjid tua di Indonesia tersebut masih tetap ada dan tidak hilang.

Berikut ini sejarah singkat 3 masjid berusia berabad-abad di Indonesia yang masih berdiri kokoh:

1. Masjid Saka Tunggal

Masjid Saka Tunggal diperkirakan dibangun pada tahun 1288 M, menjadikannya salah satu masjid tertua di Jawa Tengah yang berusia 700 tahun.

Masjid ini sudah ada sejak lama sebelum masa Wali Songo. Masjid ini didirikan oleh Mbah Mustolih, seorang tokoh yang diyakini sebagai penyebar agama Islam di wilayah tersebut. Beliau hidup pada masa Kesultanan Mataram Kuno.

Baca juga: Bolehkah ibu hamil masuk masjid?

Saat itu penyebaran agama Islam di Banyumas masih sangat awal dan masyarakat setempat masih memeluk agama Hindu-Budha.

Oleh karena itu, arsitektur Masjid Saka Tunggal juga mencerminkan perpaduan budaya lokal dan Islam. Hal ini terlihat dari penggunaan saka tunggal (tiang tunggal) sebagai penopang utama bangunan yang memiliki nilai adat istiadat setempat.

Masjid Saka Tunggal di Banyumas. (studiopena.com/Dinporabudpar Kabupaten Banyumas) Bangunan masjid ini kental dengan nuansa adat Jawa. Tiang tunggal atau saka tunggal yang terletak di tengah bangunan terbuat dari kayu jati yang menjadi penopang utama bangunan masjid.

Keunikan lainnya adalah adanya empat sayap kayu di bagian tengah tiang masjid. “Papat kiblat lima pancer” atau empat mata angin dan satu bagian tengah merupakan simbol dari empat sayap yang terdapat pada tiang tersebut.

Papat kiblat lima pancer memiliki makna empat penjuru mata angin yang melingkupi manusia sebagai pancer, yaitu api, air, angin, dan tanah. Keempat penjuru mata angin ini berfungsi sebagai pengingat bahwa manusia membutuhkan kehidupan yang seimbang.

Mirip dengan istilah, “Jangan menyembah bumi jika tidak ingin jatuh” dan “Jangan bermain api jika tidak ingin terbakar”.

Baca juga: Mengenal 10 Masjid Terbesar dan Termegah di Indonesia

2. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak dibangun pada abad ke-15 oleh Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak. Pembangunan masjid ini dimulai sekitar tahun 1475 M, dan berusia sekitar 500 tahun.

Raden Patah merupakan putra raja terakhir Majapahit, Prabu Brawijaya V. Raden Patah dilahirkan pada tahun 1455 di Palembang yang saat itu masih merupakan wilayah kekuasaan Majapahit.

Masjid Agung Demak di Jawa Tengah. (studiopena.com/Dinas Pariwisata Kabupaten Demak)

Raden Patah memegang peranan penting dalam peralihan kerajaan Hindu-Buddha Majapahit ke kerajaan Islam di Jawa. Ia merupakan pendiri dan raja pertama Kesultanan Demak.

Dalam pembangunan Masjid Demak, Raden Patah melibatkan Wali Songo, sembilan orang wali terkenal dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa.

Mereka berperan langsung dalam perancangan dan pembangunan masjid ini. Masjid Agung Demak kemudian menjadi pusat penyebaran Islam dan tempat berkumpulnya para Wali Songo dan tokoh-tokoh Islam lainnya di Jawa.

Baca juga: 10 Masjid Ikonik yang Wajib Dikunjungi di Jabodetabek

3. Masjid Wapauwe

Masjid Wapauwe dibangun pada tahun 1414 M. Awalnya, masjid ini berada di lereng Gunung Wawane, sehingga disebut Masjid Wawane.

Masjid ini dibangun oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha, Maluku Utara. Keberadaannya bertujuan untuk menyebarkan agama Islam kepada masyarakat di sekitar pegunungan Wawane.

Seiring berjalannya waktu, masjid ini dipindahkan ke Desa Tehala pada tahun 1614. Pemindahan masjid ini terjadi karena adanya serangan Portugis dan Belanda. Pemindahan ini dimaksudkan untuk melindungi masjid ke lokasi yang lebih aman.

Masjid Negara Wapauwe Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. (studiopena.com/Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Berada di wilayah Wapa, yang dalam bahasa Kaitetu merupakan daerah yang ditumbuhi banyak pohon mangga abu-abu, tidak ada sehelai daun pun yang gugur dari pohon tersebut. Maka, masjid ini pun berganti nama menjadi Masjid Wapauwe, masjid yang berada di bawah pohon mangga abu-abu.

Yang unik, masjid ini dibangun dari kayu tanpa menggunakan paku, sehingga bangunannya dapat dipindah, dipasang, dan dipindahkan dengan mudah, seperti yang dikutip Dunia Masjid dan berbagai sumber.

Baca juga: Lima Masjid Bersejarah yang Jadi Saksi Penyebaran Islam di Indonesia

Baca juga: 10 Masjid Termegah di Jabodetabek, Wajib Dikunjungi Saat Traveling

Wartawan : Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Hak Cipta © studiopena.com 2024

Exit mobile version