studiopena.com, Jakarta – Hilangnya aset kripto akibat peretasan atau penipuan bisa sangat merugikan, bahkan mencapai miliaran rupiah. Oleh karena itu, memilih metode penyimpanan crypto yang tepat sangat penting.
Beberapa bulan terakhir telah menjadi periode gelap untuk pasar mata uang kripto (crypto) setelah serangkaian pencurian skala besar.
Salah satu yang terbesar adalah dugaan peretasan Pertukaran Crypto Bitbit, yang mengakibatkan hilangnya aset USD 1,5 miliar atau sekitar Rp 24,7 triliun. Para ahli menyebut kejadian ini sebagai salah satu pencurian terbesar dalam sejarah.
Badan Investigasi Federal AS (FBI) mengidentifikasi kelompok peretas dari Korea Utara, pedagang, sebagai dalang di balik serangan itu.
Kelompok ini, juga dikenal sebagai Lazarus, APT38, atau Bluenoroff, memiliki rekam jejak serangan cyber yang canggih dan berkelanjutan, terutama yang menargetkan aset crypto.
Modus operandi mereka termasuk peretasan pengembang dompet digital (dompet), pencurian dari pertukaran crypto, penipuan terhadap pengguna individu, untuk membuat game online palsu.
Sebagai hasil dari serangkaian serangan aset crypto dari tahun 2020 hingga 2024, perusahaan analisis blockchain elips memperkirakan bahwa total kerugian akibat aktivitas kriminal yang terkait dengan Korea Utara mencapai sekitar USD 6 miliar atau sekitar Rp 99 triliun.
Peretasan ini menunjukkan kesulitan mengamankan dana yang mengalir melalui sistem blockchain, dan seberapa sedikit sedikit yang dapat dilakukan untuk membatalkan transaksi atau mengembalikan uang.
Ini membuat beberapa pakar industri crypto berspekulasi bahwa dampak utama dari peretasan ini adalah peningkatan kepemilikan aset crypto secara mandiri.
Untuk menyelamatkan Krypton dengan aman agar tidak dicuri peretas, tips berikut dari perusahaan keamanan Kaspersky, dikutip Jumat (21/2025).