Jakarta (studiopena.com) – Dalam lingkup keluarga, setiap anggota memiliki perannya masing-masing sesuai dengan garis keturunan atau hubungan keluarga. Oleh karena itu, setiap peran mendapat julukan khusus sebagai bentuk penghormatan dari yang lebih muda kepada yang lebih tua.
Termasuk pemanggilan nama dalam silsilah keluarga di Bali, hal ini bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat sekaligus menjaga adat istiadat yang diturunkan secara turun temurun.
Julukan ini bukan sekedar nama, namun juga mencerminkan kedudukan, urutan lahir, dan peranannya dalam keluarga besar yang sangat penting dalam menjaga tata krama dan identitas masyarakat serta keluarga dalam budaya Bali.
Bagi Anda yang tinggal atau berencana berkunjung ke Bali, dan memiliki sanak saudara yang berasal dari budaya Bali, penting untuk memahami istilah sapaan dalam keluarga agar tidak salah menyapa seseorang.
Baca juga: Kemenparekraf Sebut Pariwisata Mengajarkan Jaga Lingkungan dan Budaya
Baca juga: Mengenal Jenis-Jenis Boneka Suket yang Terbuat dari Rumput Kering
Sebab, dalam budaya Bali, nama dalam silsilah keluarga bisa disesuaikan menurut kasta dan berbeda-beda menurut kedekatan dan kedudukan masing-masing anggota keluarga.
Berikut berbagai nama menurut kasta dalam silsilah keluarga Bali yang dirangkum dari berbagai sumber.
Pemanggilan nama dalam silsilah keluarga pada masyarakat Bali
1. Kakek-nenek
Dalam memanggil orang yang lebih tua, khususnya cucu, lazimnya memanggil kakek dengan sebutan Kak atau Kekak, dan memanggil nenek dengan sebutan “Dong” atau “Dadong”. Pemanggilan ini juga sama secara keseluruhan termasuk sampai usia yang sangat lanjut walaupun bukan anggota keluarga sebagai bentuk penghormatan.
2. Orang tua
Jika mengacu pada orang tua, mereka memiliki nama yang berbeda. Hal ini mempunyai arti yang sering digunakan dalam sapaan orang tua menurut kasta masing-masing, yaitu:
• Setiap Sudra
Dalam kasta Sudra atau bila berkunjung ke rumah saudara, orang tua laki-laki biasanya disebut dengan “Ayah” atau “Nanang” dan orang tua perempuan disebut dengan “Aku” atau “Meme”. Pemanggilan ini untuk menyambut para orang tua, baik kandung maupun mertua.
• Keturunan kasta tinggi atau triwangsa
Kasta yang mempunyai keturunan tri dinasti seperti Brahmana, Ksatria, dan Waisya mempunyai nama yang berbeda dengan kasta Sudra untuk menyebut orang tuanya. Biasanya orang tua laki-laki dipanggil “Aji” atau “Ajung” dan orang tua perempuan dipanggil “Biang” atau “Bu”.
Baca juga: BRIN Ungkap Potensi Archaeoastronomi untuk Meneliti Kebudayaan Masa Lalu
3. Anak laki-laki atau menantu laki-laki
Jika menyebut anak atau menantu, setiap kasta di Bali mempunyai istilah yang berbeda-beda. Sebab, pemanggilan setiap kasta yang dimiliki masyarakat Bali sendiri bisa dibedakan.
• Setiap Sudra
Dalam kasta Sudra, nama anak perempuan atau menantu adalah “Luh” yang artinya perempuan. Sedangkan laki-laki disebut “Ning” atau “Cening” yang artinya laki-laki. Meski tidak memiliki makna khusus, namun panggilan tersebut tetap dilestarikan oleh masyarakat Bali, khususnya kasta Sudra.
• Keturunan kasta tinggi atau triwangsa
Pada kasta tinggi atau keturunan triwangsa, anak atau menantu biasanya menyebut dirinya “”Gila” atau “Yuk” Namanya sendiri bisa disingkat menjadi “jegeg” yang artinya cantik. Sedangkan anak laki-laki atau menantu laki-laki disebut “Gus” atau “gung” yang artinya tampan.
4. Saudara laki-laki
Jika memanggil saudara, baik laki-laki maupun perempuan, yang usianya lebih tua dari orang tuanya, mereka mempunyai nama panggilan yang sama yaitu “Iwa”. Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia sama saja dengan tante atau paman.
Sedangkan kakak perempuan yang usianya lebih muda dari orang tuanya biasa dipanggil “Me Nik” atau “Meme Cenik” dan julukan ini sering digunakan dalam masyarakat kasta Sudra.
Baca juga: Bun Menginspirasi Anak Muda Kreatif Untuk Melestarikan Warisan Budaya
Baca juga: Mendikte Sains dan Teknologi: Pertukaran Budaya Jadi Dasar Hubungan dengan Belgia
Baca juga: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Tekankan Pentingnya Melestarikan Budaya
Reporter: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Hak Cipta © studiopena.com 2024