Jakarta (studiopena.com) – Pernikahan biasanya diidentifikasi dengan kebahagiaan karena cinta. Namun, bagi sebagian orang tidak semua pernikahan lahir dari cinta. Salah satunya dapat disebabkan oleh tekanan sosial pada orientasi seksualnya, sehingga pernikahan digunakan sebagai “jalan yang aman” untuk menutupi identitasnya. Fenomena ini dikenal sebagai pernikahan lavender.
Istilah pernikahan lavender mengacu pada pernikahan studiopena.com pria dan wanita yang hidup bukan berdasarkan cinta, tetapi sebagai upaya untuk menutupi orientasi seksual yang sebenarnya.
Fenomena ini biasanya terjadi ketika satu atau dua pasangan menghadapi harapan sosial, budaya, agama, dan keluarga yang terkait dengan penerimaan orientasi seksual yang mereka miliki, yaitu non-heteroseksual (penggemar sesama jenis), seperti homoseksual.
Tetapi di sisi lain, pernikahan lavender sebenarnya memiliki dampak negatif pada kondisi psikologis individu yang menjalaninya. Ulasan berikut, peluncuran dari berbagai sumber.
Baca Juga: Kementerian Agama memperluas fasilitasi pernikahan massa untuk warga negara Indonesia di luar negeri
Dampak Psikologis dari Pernikahan Lavender
Meskipun pernikahan lavender dianggap sebagai cara untuk memberikan rasa aman dari berbagai tekanan dalam jangka pendek, tanpa disadari ada dampak jangka panjang yang buruk bagi kesehatan mental pasangan ini.
1. Kecemasan, stres, dan depresi
Bersembunyi identitas terus menerus akan menyebabkan perasaan yang terisolasi, kesepian, kesedihan, keputusasaan. Jadi, dapat menyebabkan stres kronis, kecemasan, depresi.
2. harga diri rendah dan kehilangan identitas
Terpaksa menyembunyikan jari -jari nyata untuk memenuhi harapan sosial, dapat menyebabkan konflik identitas atau kehilangan identitas dan harga diri yang rendah. Individu akan merasa tidak yakin untuk menerima diri mereka sendiri dan perasaan hidup dalam kebohongan.
3. Masalah dalam hubungan dan keintiman