Sebelumnya, Google mengumumkan Project Suncatcher, sebuah proyek perusahaan ambisius untuk membangun pusat data kecerdasan buatan (AI) di luar angkasa.
Mengutip Arstechnica, Selasa (11/11/2025), target Project Suncatcher adalah memanfaatkan energi matahari langsung di orbit untuk memenuhi kebutuhan komputasi AI tanpa menguras sumber daya di Bumi.
Raksasa mesin pencari itu menilai luar angkasa menyediakan pasokan energi matahari yang jauh lebih stabil. Berbekal panel surya di orbit, energi matahari dapat diserap hampir tanpa henti.
Disebutkan produktivitas panel surya di luar angkasa delapan kali lebih tinggi dibandingkan di Bumi. Google membayangkan jaringan satelit sebagai landasan pusat data AI masa depan.
Nantinya, data center ini tidak memerlukan lahan dan sistem pendingin seperti data center konvensional. Google menilai luar angkasa dipandang sebagai lokasi yang efisien untuk meningkatkan kapasitas komputasi AI secara global.
Saat ini, perusahaan yang berbasis di Mountain View tersebut sedang mempersiapkan konstelasi satelit kecil yang masing-masing membawa Tensor Processing Unit (TPU).
Jika proyek ini terealisasi, satelit-satelit tersebut akan terhubung satu sama lain melalui komunikasi optik dengan kecepatan puluhan terabit per detik. Sistem ini memungkinkan pembelajaran mesin (ML) dilakukan secara terdistribusi.
Meski begitu, proyek ambisius Google ini masih memiliki tantangan teknis. Salah satunya adalah cara mendinginkan hardware dalam ruang hampa dan ketahanan chip terhadap radiasi.
Perusahaan mengatakan TPU generasi Trillium menunjukkan ketahanan radiasi yang cukup untuk misi lima tahun di orbit. Google berencana meluncurkan prototipe satelit pada awal tahun 2027 bersama Planet.
Jika tahap ini berhasil, Google menargetkan pusat data berbasis orbit akan mulai dibangun pada pertengahan tahun 2030, seiring dengan menurunnya biaya pengiriman ke luar angkasa.

