Jakarta (studiopena.com) – Istilah pajak mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang. Secara umum pajak merupakan biaya yang dibebankan kepada orang pribadi atau badan usaha yang harus dibayarkan kepada negara dan bersifat wajib.
Namun ada banyak jenis pajak, salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).Jadi, apa itu PPN? Apakah masyarakat wajib membayar?
Belakangan ini, diketahui bahwa pemerintah telah melakukan perubahan terhadap undang-undang perpajakan negaranya. Bermula dari tarif pajak hanya 10 persen, pemerintah menaikkan tarif pajak menjadi 11 persen dan berlaku mulai 1 April 2022.
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara, termasuk PPN. Pada tahun 2025, pemerintah juga menargetkan peningkatan pendapatan negara sebesar 6,4 persen atau Rp 2.996,9 triliun.
Dari total pendapatan tersebut, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 2.490,9 triliun.
Oleh karena itu, pemerintah akan kembali menaikkan tarif pajak menjadi 12 persen yang rencananya berlaku mulai 1 Januari 2025.
Perubahan kenaikan besaran pajak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP pada pasal 7 ayat 1.
Namun keputusan kenaikan PPN sebesar 12 persen belum final untuk diterapkan dan berpeluang diubah menjadi lebih rendah sebesar 5 persen atau lebih tinggi maksimal 15 persen.
Agar dapat memahami lebih dalam, berikut penjelasan mengenai pengertian PPN dan cara menghitungnya yang perlu Anda ketahui.
Definisi PPN
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan biaya pajak tidak langsung yang dikenakan pada setiap pembelian atau penjualan barang atau jasa oleh konsumen akhir.
Namun pembayaran PPN ditanggung oleh pengusaha atau lembaga yang menjadi wajib pajak. Jadi, mereka bisa memungut biaya pajak dari konsumennya.
Pihak inilah yang disebut sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sebagai bukti resmi pemungutan pajak, pihak PKP juga wajib memiliki faktur pajak yang telah disahkan oleh DJP.
Berbeda dengan non-PKP, mereka tidak dipungut PPN dan tidak diperbolehkan memungut biaya pajak dari pihak manapun.
Siapa yang harus menyetor dan melaporkan biaya PPN? Tentu saja tagihan PPN tersebut ditanggung oleh pengusaha atau PKP kepada negara atau DJP.
Lantas, objek apa saja yang dikenakan PPN?
objek PPN
Objek PPN mempunyai beberapa jenis, tergantung dari transaksi yang dilakukan. Melansir dari laman DJP, berikut objek yang dikenakan PPN.
Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha Impor BKP Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean dalam daerah pabean Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Ekspor BKP Tidak Berwujud dengan PKP Ekspor JKP oleh PKP
Terkait dengan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) adalah barang dan jasa yang ditetapkan sebagai objek kena PPN.Secara keseluruhan setiap orang adalah wajib pajak, namun ada beberapa barang dan jasa yang bebas PPN, yaitu sebagai berikut.
1. Barang Kena Pajak (BKP)
Barang hasil penambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti minyak mentah, gas alam, bijih besi, asbes, dan lain-lain. Kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan seperti beras, garam, gabang, jagung, daging, dan lain-lain. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, rumah makan, rumah makan, warung, dan sejenisnya, baik dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diantar oleh katering atau jasa katering. Uang, emas batangan dan surat berharga.
2. Jasa Kena Pajak (JKP)
Pelayanan kesehatan medis Pelayanan pelayanan sosial Pelayanan pengantaran surat dengan prangko Pelayanan keuangan Pelayanan asuransi Pelayanan keagamaan Pelayanan pendidikan Pelayanan seni dan hiburan Pelayanan penyiaran yang tidak bersifat periklanan Pelayanan angkutan umum di darat dan air serta pelayanan angkutan udara dalam negeri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari luar negeri jasa angkutan udara Jasa tenaga kerja Jasa hotel Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya Jasa penyediaan tempat parkir Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam Jasa pengiriman uang dengan menggunakan wesel pos Katering atau jasa katering
Cara menghitung PPN
Berdasarkan UU HPP pasal 7 ayat 1, berikut tarif PPN yang telah ditetapkan.
11 persen yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2002. 12 persen yang mulai berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025
Menghitung PPN sebenarnya cukup sederhana. Tarif PPN di Indonesia saat ini adalah 11%, sehingga PPN dihitung berdasarkan persentase dari harga jual suatu barang atau jasa.
Rumus perhitungan PPN adalah sebagai berikut.
PPN = Tarif persen PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau harga jual beli
1. Perhitungan PPN tidak termasuk harga BKP atau JKP
Misalnya, Nia melakukan transaksi pembelian televisi seharga Rp 6.000.000. Harga ini belum termasuk biaya PPN. Berapa PPN yang harus dibayar?
PPN = 11% x Rp6.000.000 = Rp660.000
Jadi, Nia dikenakan PPN sebesar Rp660.000 dan harus membayar total biaya pembelian televisi sebesar Rp 6.000.000 + Rp 660.000 = Rp 6.660.000
2. Perhitungan PPN sudah termasuk harga BKP atau JKP
Misalnya saja Andi yang menggunakan jasa tenaga kerja di PT Sejahtera. Andi juga memiliki tagihan sebesar Rp 33.300.000 dan sudah termasuk biaya PPN. Berapa biaya PPN sebenarnya?
Harga tagihan jasa tenaga kerja = Rp 33.300.000
DPP = 100/111 x Harga Faktur = 100/111 x Rp 33.300.000 = Rp 30.000.000
PPN = 11% x DPP = 11% x Rp30.000.000 = Rp3.300.000
Jadi sebenarnya biaya PPN yang dibebankan ke Andi adalah sebesar Rp3.300.000
Itulah pengertian PPN dan cara menghitungnya. Dengan memahaminya, kita bisa lebih memahami bagaimana pajak ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara serta mempengaruhi harga barang dan jasa di pasar.
Baca juga: Rachmat Pambudy menerima sertifikat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional 2024-2029Baca juga: Rachmat Pambudy terpilih menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
Baca juga: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengusulkan sentralisasi pengelolaan pendidikan untuk mengatasi kesenjangan
Wartawan : Putri Atika Chairulia
Redaktur: Alviansyah Pasaribu
Hak Cipta © studiopena.com 2024