studiopena.com, Jakarta – Dalam pengelolaan destinasi wisata, kewaspadaan dan pencegahan dalam menghadapi risiko bencana sangatlah penting. Apabila suatu bencana besar terjadi tanpa adanya persiapan mitigasi bencana, maka dapat berakibat pada meningkatnya risiko atau potensi dampak kerugian dan korban akibat bencana di kemudian hari.
Menurut organisasi agen perjalanan dan wisata Indonesia, Association of Indonesian Tours & Travel Agencies (ASITA), bencana alam yang akhir-akhir ini melanda sejumlah daerah di Indonesia berdampak besar terhadap sektor pariwisata di Indonesia.
Misalnya saja erupsi Gunung Lewotobi Laki di Nusa Tenggara Timur (NTT), banjir bandang di Sukabumi dan Cianjur, Jawa Barat, atau bencana skala kecil di tempat wisata. Lalu bagaimana cara pengelola destinasi wisata di Indonesia khususnya wisata alam melakukan mitigasi bencana? Apakah itu prioritas utama atau sekedar menjalankan prosedur yang sudah ditetapkan?
Menurut Sekjen ASITA Nofel Saleh Hilabi, bencana berskala kecil harus diantisipasi oleh pengelola objek wisata. Mereka harus mempersiapkan berbagai langkah, baik pencegahan maupun pengobatan, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun lain halnya jika terjadi bencana alam berskala besar seperti letusan gunung berapi di NTT dan banjir bandang di Jawa Barat yang baru saja melanda.
“Kami yakin tempat wisata sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, karena jika terjadi kelalaian pada suatu objek wisata maka itu menjadi tanggung jawab pengelola destinasi wisata tersebut. Namun jika terjadi bencana dalam skala besar seperti bencana maka harus ada. kerjasama dengan pihak lain,” jelas Nofel kepada tim Lifestyle studiopena.com, Rabu 4 Desember 2024.
“Bencana alam seperti letusan gunung berapi dan banjir bandang memang bisa berdampak pada pariwisata. Tak hanya itu, pendapatan mereka yang berjualan di tempat wisata juga bisa terdampak. “Maka berbagai upaya pencegahan bencana harus kita lakukan dengan baik,” lanjutnya.