Jakarta (studiopena.com) – Dalam perkara perceraian di Indonesia, istilah harta perkawinan kerap menjadi perhatian utama.Harta perkawinan adalah istilah yang merujuk pada harta bersama yang diperoleh selama perkawinan.
Secara hukum, aset-aset ini adalah milik bersama suami dan istri, tanpa memandang siapa yang memproduksi atau membeli aset tersebut.
Dalam proses perceraian, pembagian harta bersama kerap kali menjadi sumber pertikaian, karena menyangkut hak masing-masing pihak atas harta yang diperoleh selama perkawinan.
Dasar hukum harta perkawinan
Secara hukum, pembagian harta bersama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan merupakan harta bersama, kecuali ada perjanjian pemisahan harta bersama atau perjanjian pranikah yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.Pembagian harta bersama dilakukan setelah putusan pengadilan mengenai perceraian. Harta bersama ini meliputi berbagai macam bentuk aset, mulai dari rumah, kendaraan, rekening bank, investasi, hingga usaha yang dikembangkan selama perkawinan. Namun, harta yang dimiliki sebelum perkawinan, atau yang diperoleh sebagai warisan atau hadiah pribadi, tidak termasuk dalam kategori harta bersama.
Proses pembagian harta perkawinan
Pembagian harta bersama di pengadilan dilakukan berdasarkan asas keadilan dan keseimbangan. Secara umum pembagian ini dilakukan secara seimbang, yaitu 50:50 studiopena.com suami dan istri, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UU Perkawinan juncto Putusan Mahkamah Agung No. 1448K/Sip/1974 (halaman 31) yang menjelaskan ketentuan bahwa:
Sejak berlakunya Undang-Undang Perkawinan sebagai hukum positif perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga apabila terjadi perceraian, harta bersama tersebut harus dibagi sama rata studiopena.com mantan suami dan istri.
Dengan demikian, harta perkawinan setelah perceraian harus dibagi rata studiopena.com suami dan istri, baik berupa piutang maupun utang.
Namun, pengadilan juga dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti kontribusi masing-masing pihak terhadap perolehan properti, kondisi ekonomi, serta kebutuhan dan kesejahteraan anak-anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut.
Jika kedua belah pihak mencapai kesepakatan tentang pembagian harta sebelum atau selama proses perceraian, pengadilan akan menghormati dan mengesahkan kesepakatan tersebut. Namun, jika tidak ada kesepakatan, pengadilan akan memutuskan pembagian yang dianggap adil berdasarkan bukti dan fakta yang disajikan.
Menutupi
Harta bersama merupakan aspek penting dalam proses perceraian, terutama jika kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pembagian harta bersama. Pemahaman yang baik tentang harta bersama dan dasar hukumnya sangat penting bagi mereka yang sedang menjalani proses perceraian, untuk memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi dan diperlakukan secara adil.Baca juga: Ketentuan hak asuh anak bagi pasangan yang bercerai
Baca juga: Syarat dan Tata Cara Cerai di Pengadilan Agama
Baca juga: Hukum Perceraian dalam Islam
Reporter: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Hak Cipta © studiopena.com 2024