Sementara itu, ketua pedoman tim formulasi untuk penggunaan kecerdasan buatan dalam karya jurnalistik, Suprapto, mengatakan bahwa pedoman untuk penggunaan AI memiliki empat prinsip dasar.
Pertama, kata Suprapto, karya jurnalistik yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan masih harus dipandu oleh kode etik jurnalistik.
Kedua, ia menekankan bahwa penggunaan kecerdasan buatan untuk karya jurnalistik harus menjadi kontrol manusia, dari awal hingga akhir.
“Meskipun jurnalis dalam membuat karya jurnalistik menggunakan AI, kontrol manusia, kontrol editorial, atau teman -teman jurnalis dan editor yang melayani di ruang editorial harus tetap terlibat, sampai konten atau berita diterbitkan,” kata Suprapto.
Ketiga, penggunaan kecerdasan buatan dalam karya jurnalistik tidak melepaskan tanggung jawab perusahaan pers jika sebuah berita mendapat keberatan atau gugatan dari pembaca.
“Artinya, perusahaan pers tetap bertanggung jawab atas pekerjaan jurnalistik, meskipun diproduksi atau dibuat dengan bantuan AI,” katanya.
Keempat, perusahaan pers dapat memberikan informasi dan menyebutkan sumber atau aplikasi kecerdasan buatan yang digunakan dalam produksi karya jurnalistik.
Dalam hal memberikan transparansi tentang penggunaan AI kepada pembaca atau audiens, media memiliki opsi dan kewajiban untuk menginformasikan penggunaan AI dalam proses kerja jurnalistik.
Misalnya, ketika pengguna kecerdasan buatan memiliki dampak signifikan pada pekerjaan jurnalistik, penggunaan AI harus diinformasikan kepada publik.
Namun, jika penggunaan AI adalah mencari ide berita melalui alat Google Trends atau upaya untuk menuliskan perekaman wawancara menggunakan bantuan alat AI, ini tidak perlu diinformasikan kepada publik.
Kasus lain dengan ketika media menggunakan gambar ilustrasi dari menghasilkan AI, ini perlu diinformasikan kepada publik.