Mary Lovely, peneliti senior di Peterson Institute for International Economics, memperingatkan dampaknya akan lebih dari sekadar angka. “Budaya pop Korea, termasuk K-Beauty, K-Drama, dan K-Pop, mengikuti gelombang global yang sama. Tarif 25 persen tidak akan mematikannya, tetapi memperumit akses dan mengurangi antusiasme konsumen.”
Ini bukan hanya tentang produk, tetapi partisipasi. Kuarsa menekankan bahwa fandom K-pop beroperasi sebagai ekonomi emosional. Membeli album dan barang dagangan sering merupakan bentuk loyalitas, identitas, dan membangun komunitas.