Sementara itu, Aswin Bangun, kepala Pusat Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Jabalnusra, menyatakan bahwa perburuan ilegal di wilayah Taman Nasional bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi sinyal tekanan sistemik pada daerah yang merupakan pusat keanekaragaman hayati nasional.
Menurutnya, penegakan hukum ini tidak hanya berorientasi pada aspek hukum pidana, tetapi juga merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan kedaulatan dan otoritas kawasan konservasi, dalam hal ini Taman Nasional Meru Betri, sebagai ruang hidup satwa liar dan simbol kehormatan ekologis bangsa.
“Kawasan konservasi adalah benteng terakhir dalam mempertahankan keanekaragaman hayati Indonesia dari tekanan eksploitasi dan kejahatan terorganisir,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa penanganan kasus ini akan dikembangkan untuk mengungkapkan pola, jaringan, dan aktor lain yang terlibat dalam perburuan ilegal. Penegakan hukum konservasi di masa depan akan diperkuat oleh pendekatan berbasis intelijen, pengawasan cyber, koordinasi studiopena.com lembaga, dan partisipasi aktif masyarakat dalam sistem keluhan pelanggaran kehutanan.