Saat itu, para pemilik perkebunan (Preangerplanters) memanfaatkan kereta api untuk mengangkut hasil perkebunan ke Batavia dengan lebih cepat. Untuk mendukung kegiatan tersebut, dibangunlah gudang-gudang penyimpanan barang di sekitar Stasiun Bandung, termasuk di Jalan Cibangkong dan Kiaracondong.
Setelah jalur Bandung-Surabaya dibuka pada 1 November 1894, para pemilik pabrik gula dari Jawa Tengah dan Jawa Timur menyewa kereta api untuk menghadiri Kongres Pengusaha Perkebunan Gula pertama, yang diadakan di Surabaya pada tahun 1896.
Stasiun ini telah mengalami tiga kali renovasi sejak peletakan batu pertamanya tahun 1882, yaitu pada tahun 1900, 1906, dan 1909. Pada tahun 1920, SS berencana mengganti stasiun dengan model pulau, namun rencana ini terhambat oleh masalah keuangan.
Pada tahun 1918, proyek baru jalur Bandung-Rancaekek-Jatinangor-Tanjungsari-Citali dimulai, disusul dengan pembangunan jalur Bandung-Citeureup-Majalaya pada tahun berikutnya dan jalur Citeureup-Banjaran-Pengalengan pada tahun 1921. Untuk memudahkan akses terhadap teh perkebunan, jalur dari Bandung ke Kopo (Soreang) dan Ciwidey juga dibangun, sehingga tercipta jalur Bandung-Ciwidey dan Dayeuhkolot-Majalaya.
Bangunan stasiun generasi pertama bertahan hingga akhir tahun 1920-an. Mengingat pentingnya stasiun tersebut, pada tanggal 6 April 1925 diresmikan sebuah monumen di depan pintu gerbang selatan, yang dirancang oleh EH de Roo, untuk memperingati 50 tahun kehadiran SS di Jawa.
Monumen ini dianggap sebagai hadiah dari Wali Kota Bandung kepada SS atas kontribusi mereka dalam menyatukan Jawa melalui jalur kereta api. Monumen ini diterangi oleh seribu lampu dan diresmikan dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh warga Bandung dan pejabat SS.
Menyusul peringatan 50 tahun SS, Kepala Kantor, Ir. Staargard, mengumumkan renovasi stasiun yang dianggap “tua dan ketinggalan zaman” sejak 1925. Renovasi tersebut meliputi perluasan kanopi sisi selatan dan penambahan kanopi berbentuk T yang terbuat dari beton bertulang untuk melindungi penumpang dari cuaca.
Bangunan sisi selatan Stasiun Bandung mengusung gaya Art Deco dengan bentuk kubus di bagian depan. Fasadnya mengikuti desain bangunan lama bergaya Indische Empire, tetapi didominasi oleh area transparan yang membedakannya dari arsitektur sebelumnya.