studiopena.com, Jakarta – Kasus Chatbot Artificial Intelligence (AI) yang “berhalusinasi” atau menyusun fakta telah sering didengar dan terjadi. Namun, sekarang masalah baru muncul yang berpotensi menjadi lebih berbahaya dan masih belum diketahui oleh publik.
Mengutip Mashable, Rabu (8/20/2025), “AI Psychosis” (AI Psychosis) adalah fenomena yang mulai dilaporkan oleh beberapa orang dan didiagnosis oleh beberapa ahli terjadi setelah pengguna loyal chatbots melakukan periode interaksi yang sangat intensif.
Untuk mengenal lebih dalam, psikosis atau “psikosis” itu sendiri adalah keadaan kehilangan kontak dengan kenyataan mentalitas seseorang. Kondisi ini sering disertai dengan delusi (keyakinan yang salah) dan juga halusinasi yang terasa nyata.
Menariknya, meskipun di Indonesia hal -hal seperti ini belum atau belum pernah ditemukan, psikiater di Amerika Serikat (AS) telah mulai menemukan dan merawat pasien di rumah sakit yang memiliki masalah ini.
Satu kasus yang menonjol berasal dari pengguna chatgpt. Setelah berkonsultasi dengan chatbot, ia menjadi yakin telah menemukan formula matematika baru yang akan membuatnya kaya.
Delusi ini menjadi semanis madu karena pada awalnya AI mengakui bahwa ia memang menemukan formula baru, tetapi akhirnya, Bot mengkonfirmasi bahwa ia baru saja mengkonfirmasi ilusi yang tidak nyata.
Seorang psikiater dari University of California, Dr. Keith Sakata, menilai bahwa pesan kecerdasan buatan bisa sangat berbahaya.
“Psikosis berkembang pesat ketika kenyataan berhenti berkelahi, dan AI benar -benar dapat merusak kenyataan dengan membenarkan delusi pengguna,” katanya.
Dengan kata lain, AI yang selalu setuju dapat membuat delusi seseorang lebih kuat. Dalam beberapa kasus itu dapat memicu upaya bunuh diri jika korban menceritakan chatbot terkait dengan masalah kehidupan yang terlalu dalam dan gelap.